Selasa, 06 Januari 2009

Spiritualisme & Gerakan Islam

Mengembangkan Kecerdasan Spiritual
Dalam Gerakan Islam

Hilmy Bakar Almascaty


Paradigma Baru Kecerdasan (Intelligence)
Manusia dengan segala aktivitas, tingkah laku dan misteri hidup dan kehidupan yang menyertainya selalu menarik perhatian para pakar sejak dahulu. Bahkan kini telah berkembang berbagai jenis pengetahuan yang berhubungan dengan prilaku manusia, baik secara kelompok (sosiologi) maupun pribadi dan kejiwaan (psikologi). Mengikuti tuntutan zaman yang semakin maju, para pakar psikologi telah mengembangkan berbagai cabang pengetahuan tentang perilaku manusia, baik aspek-aspek kejiwaan atau faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan dan kegagalan individu serta bidang-bidang kajian lainnya. Pengembangan pengetahuan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik dilingkungan masyarakat, perusahaan, kelurga maupun dalam gerakan sosial maupun politik.
Para pakar, khususnya yang menaruh perhatian pada perkembangan psikologi kontemporer terutama yang berhubungan dengan teori kecerdasan (intelligence), setelah mengemukakan teori IQ dan EQ, kini mengemukakan teori baru tentang kecerdasan yang dimiliki manusia yang disebut sebagai Spiritual Intelligence. Spiritual Intelligence (SQ) adalah pengembangan penelitian dan sebagai kelanjutan dari teori sebelumnya, setelah dikemukakannya IQ dan EQ sebagai bagian dari manusia yang sangat mempengaruhi kinerja dan prestasi seseorang dalam mencapai keberhasilan dalam karir.
Teori IQ lebih memfokuskan bahwa kinerja dan prestasi seseorang diutamakan oleh kemampuan dan ketinggian Intelegensia semata. Kemudian teori ini dikoreksi dengan munculnya teori tentang Emotional Intelligence (EQ) yang sangat populer dalam pengembangan kepribadian saat ini. Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence (1995) memberikan penjelasan mengenai pentingnya peranan kecerdasan emosional dalam kehidupan manusia, terutama dalam mencapai kesuksesan dalam kehidupan dan karir seseorang. Dengan data-data yang dikemukakannya, Golemen memberikan pandangan baru tentang pengertian kecerdasan yang mempengaruhi kesuksesan seseorang. Namun sejauh itu, para penganjur EQ masih terus mengembangkan teorinya dan belum menemukan jawaban pasti, terutama beberapa sebab yang mempengaruhi emosional manusia yang berhubungan dengan kinerja dan prestasinya.
Di awal milenium ketiga ini, para psikolog terkemuka dunia telah menemukan sebuah kecerdasan jenis baru yang dinamakan dengan Spiritual Intelligence (SQ). Dalam bukunya Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence, (London, 2000), Danah Zohar dan Ian Marshall, menyimpulkan bahwa SQ adalah puncak kecerdasan manusia. SQ is the necessary foundation for the effective funcitioning of both IQ and EQ. Its our ultimate intelligence.
Sejauh ini, pembahasan SQ di antara para pakar saat ini masih berdasarkan pengalaman-pengalaman pengetahuan yang berkembang di dunia Barat yang berfaham sekuler, sehingga pengertian spiritual yang digunakanpun masih sebatas pengertian-pengertian sekuler yang memisahkan agama dengan pengetahuan. Demikian pula pengalaman-pengalaman masyarakat Barat yang tumbuh berkembang dengan dinamika sejarahnya sendiri tetap menjadi rujukan utama penelitian mereka. Bahkan lebih jauh, ada yang mengkaitkan spiritualitas yang dimaksudkan tidak berhubungan dengan agama, sebagaimana berkembangnya faham yang menolak agama namun menerima spiritualitas, sebagaimana semboyan mereka Organize Religion no, Spirituality yes. Faham ini lahir tidak lain akibat kegagalan agama kristen dalam menyelesaikan krisis spitualitas masyarakat modern yang semakin kompleks sehingga mereka mencari berbagai bentuk pengalaman spiritualitas dari berbagai aliran pemahaman dan agama, yang kemudian melahirkan sebuah faham yang dikatakan John Naisbitt dalam bukunya Megatrend 2000 sebagai New Age Spiritualism.
Demikian pula pengembangan spiritualitas di dunia Barat sangat dipengaruhi oleh latar belakang filsafat sekulerisme dan rasionalisme yang menolak perananan agama serta mengutamakan data dan fakta yang dapat diterima oleh kaidah ilmiyah yang rasional. Dimana landasan filsafat sekuleristik dan rasional an-sich seperti ini banyak ditolak terutama oleh para cendekiawan Islam, yang terutama seperti Prof. SMN. Al-Attas dalam bukunya Islam and Secularism dan Prof. SH. Nashr dalam bukunya The Plight of Modern Man. Penolakan mereka terhadap metodelogi yang dikembangkan Barat modern terutama didasarkan atas kesalahan mereka dalam mengartikan hakikat manusia di muka bumi dengan segala keberadaannya. Menurut peradaban Barat, manusia adalah produk evolusi alami, sementara menurut Islam manusia diciptakan sebagai Khalifah di muka bumi yang akan menciptakan keamanan, keadilan dan kesejahteraan.
Jika konsep kecerdasan spiritual yang telah dikembangkan peradaban Barat diserap begitu saja oleh komunitas muslim tanpa melalui proses penyaringan yang ketat, dalam artian apakah bersesuaian dengan ajaran spiritualitas Islami, boleh jadi kaum muslimin tidak mendapatkan keunggulan dan keutamaan dari kecerdasan spiritual yang dikembangkan Barat, namun sebaliknya akan mendatangkan dilemma bagi kaum Muslimin. Karena konsep yang mendasari teori kecerdasan spiritual yang dikembangkan Barat berbeda dengan yang diajarkan dan dikehendaki Islam, baik secara teori maupun praktek. Terutama konsep dasar yang melandasi filsafat pengetahuan mereka yang sekuleristis dan menolak peranan agama dalam kehidupan dunia.
Berkaitan dengan Islam, apakah Kecerdasan Spiritual (SQ) dapat dikembangkan berdasarkan ajaran Islam yang memiliki khazanah spiritualitas yang amat kaya raya. Apalagi dalam sejarah peradaban Islam perkembangan kecerdesan spiritualitas sudah menjadi bahasan para cendekiawan Muslim terdahulu dengan bahasanya yang lain. Jika diperhatikan bahasan-bahasan para cendekiawan Islam terdahulu seperti al-Ghazali, al-Farabi, Ibn Thaymiyah, Ibn Athailah al-Askandary dan lain-lainnya, maka jelasmereka memberikan perhatian yang amat besar pada pengembangan spiritualitas manusia secara maksimal. Demikian pula halnya jika diperhatikan praktek-praktek yang dilakukan para generasi Islam pertama di zaman Shahabat, tidak lain bertujuan untuk meningkatkan spiritualitas mereka agar menjadi manusia unggul dalam arti yang sebenarnya.
Sehubungan dengan gerakan Islam, para penggerak gerakan Islam terkemuka adalah orang-orang yang memahami dengan benar semangat spiritualisme Islam dengan mendalam serta mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Sebagai salah satu contoh dalam dunia modern adalah Imam Hasan Al-Banna, pendiri Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam terbesar kurun ini. Beliau adalah tokoh sentral gerakan yang mampu memobilisasi kekuatan ummat dan mengantarkannya menuju keagungan dengan kekuatan spiritualitas yang dimilikinya. Tanpa kekuatan spiritualitas yang paripurna, Al-Banna tidak mungkin dapat membangun sebuah gerakan yang mampu menyadarkan kebangkitan pada kaum muslimin yang dampaknya masih terasa hingga saat ini dan melahirkan tokoh-tokoh agung generasi Islam. Kekuatan spiritualitas Hasan Al-Banna telah mendorong lahirnya sebuah kebangkitan baru dunia Islam.
Seorang tokoh utama gerakan Islam kontemporer, Prof. Said Hawwa dalam karya monumentalnya, Al-Mustakhlash fi Tazkiyat al-Anfus, khususnya dalam muqaddimah menyatakan pentingnya gerakan Islam kontemporer memperhatikan masalah-masalah yang berkaitan dengan spiritualitas. Beliau menulis : "Gerakan Islam kontemporer dalam salah satu priodenya pernah hanyut ke dalam sikap apologia terhadap Islam dan menolak berbagai tuduhan dan serangan para konspirator sehingga membuatnya mengabaikan sebagaian kewajiban , diantaranya kewajiban menulis tentang masalah spiritualitas ini..…. Karena itu telah tiba waktunya untuk menghidupkan nilai-nilai tazkiyah, khususnya setelah gerakan Islam semakin luas dan semakin beragam aktivitasnya bahkan telah mulai timbul berbagai sudut pandang yang dikhawatirkan akan menyebabkan beberapa hal menjadi jauh dari yang seharusnya atau menyebabkan lemahnya benih-benih cahaya di dalam hati." Beliau mengusulkan agar pemimpin gerakan Islam menulis panduan spiritualisme Islam kontemporer sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zaman.
Kekhawatiran Prof. Hawwa telah menjadi kenyataan dalam sebagian besar gerakan Islam kontemporer saat ini. Para aktivis gerakan Islam banyak yang terlena dengan tipu daya dunia, baik yang berbentuk harta, tahta, populeritas dan sejenisnya. Bahkan lebih jauh terjadi perpecahan yang akut dikalangan mereka, sehingga timbul fitnah, hasad, dengki dan persaingan negatif yang pada akhirnya merugikan gerakan Islam dan melemahkan kebangkitan Islam yang dicita-citakan. Demikian pula musuh-musuh Islam aktif memperparah penyakit yang telah menimpa aktivis gerakan Islam ini sehingga semakin mudah untuk diadu domba, dipecah belah dan pada akhirnya akan dikuasai.
Maka untuk itulah, perlu dikembangkan sebuah konsep kecerdasan spiritual di kalangan gerakan Islam yang berdasarkan kesempurnaan dan keagungan nilai-nilai ajaran Islam. Karena dengan meningkatnya kecerdasan spiritual di kalangan aktivis gerakan Islam kontemporer akan membawa pengaruh kepada efesiensi pergerakan Islam dengan segala aktivitasnya. Dengan memiliki aktivis-aktivis yang cerdas secara spiritual, maka makin mudah bagi sebuah gerakan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkannya. Keberhasilan perjuangan generasi Islam terdahulu, tidak dapat dipungkiri karena para aktivisnya memiliki kekuatan dahsyat yang mendorong mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, menghasilkan karya-karya agung sampai keberanian mereka menerjang musuh-musuh yang menghalangi dakwah mereka. Kekuatan ini pulalah yang telah mendorong mereka untuk melakukan pengorbanan besar, meninggalkan kesenangan duniawiyahnya sampai kepada keberanian menjalani syahid di medan tempur ataupun di tiang gantungan para penguasa korup. Kekuatan inilah yang dimaksudkan oleh cendekiawan kontemporer sebagai kecerdasan spiritual.
Mengembangkan sebuah konsep tentang Qur'anic Spiritual Intelligence (QSI), kecerdasan spritual yang berdasarkan pada al-Qur'an adalah sebuah keniscayaan yang sangat bermanfaat bagi kaum Muslimin.

Kecerdasan Spiritual Qur'ani (Qur'anic Spiritual Intelligence -QSI)
Dikalangan sebagian cendekiawan Muslim, ada yang menolak peristilahan yang lahir dari peradaban Barat seperti istilah spiritual intelligence ini dengan alasan peristilahan ini bukan lahir dari akar perbendaharaan peradaban Islam. Namun sejauh ini mereka belum menemukan peristilahan yang tepat dengan permasalahan tersebut. Dalam hal ini, jalan terbaik adalah mengambil jalan tengah sebagaimana yang ditawarkan Prof. Ismail Faruqi dengan konsep Islamization of Knowledge-nya yang dapat diterima sebagian besar cendekiawan muslim. Pengetahuan yang lahir dari akar peradaban Barat dapat saja diaplikasikan kepada kaum muslimin setelah melalui proses Islamisasi dengan beberapa kaidah yang telah digariskan.
Maka dengan menggunakan metode Islamisasi Pengetahuan ini, secara harfiahnya, Qur'anic Spiritual Intelligence dapat diartikan sebagai kecerdasan Spiritual yang berdasarkan ajaran al-Qur'an. Dalam artian bahwa al-Qur'an adalah sumber yang dapat membangkitkan dan mengembangkan kecerdasan spiritual yang telah menjadi potensi alami manusia sebagai anugrah dari Allah Sang Pencipta alam.
Untuk memahami masalah ini, pertama-tama harus difahami dan dibedakan antara al-Qur'an sebagai pengetahuan (Qur'anic Knowledge) dan al-Qur'an sebagai sumber spiritual (Qur'anic Spirituality). Pengetahuan al-Qur'an dapat diperoleh siapa saja yang mau mempelajari ajaran-ajaran al-Qur'an. Itulah sebabnya banyak cendekiawan non muslim yang mengetahui, bahkan menjadi pakar al-Qur'an tempat sebagian cendekiawan mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan al-Qur'an. Karena al-Qur'an sebagai sebuah sains/pengetahuan dapat saja dipelajari dengan metodologi ilmiyah. Namun Spiritual Qur'ani yang dapat membangkitkan kesadaran kemanusiaan hanya dapat didapatkan apabila seseorang mengamalkan ajaran al-Qur'an sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Tanpa mengamalkan ajaran al-Qur'an maka kekuatan spiritual tidak akan didapatkan. Sebagai contoh seseorang dapat merasakan kekuatan spiritual solat malam, apabila ia melaksanakannya dengan penuh kekhusu’an. Tanpa melaksanakan solat malam, walaupun ia mengetahui detailnya, maka ia tidak akan merasakan kekuatan spiritual dari solat malam. Itulah sebabnya al-Qur'an akan menjadi kekuatan dalam diri seseorang apabila dilaksanakan ajarannya.
Al-Qur'an adalah wahyu yang diturunkan Allah sebagai petunjak jalan yang lurus (sirat al-Mustaqim) kepada umat manusia agar mereka menjadi sebaik-baik manusia (Khairo Ummah). Dengan ajaran-ajaran yang dikandungnya, al-Qur'an akan mengantarkan mereka yang mengamalkannya menjadi manusia-manusia unggul yang akan ditugaskan sebagai pemimpin (khalifah) di muka bumi. Dalam surat al-Tien disebutkan bahwa manusia diciptakan sebagai sebaik-baik makhluk di muka bumi, dan mereka hanya akan dapat mencapai kesempurnaan apabila mereka beriman dan beramal saleh. Bahkan lebih jauh, tidak ada satupun ajaran yang menyamainya, termasuk dalam kemampuannya menumbuhkan kecerdasan spiritual yang paripurna kepada manusia.
Jadi kecerdasan spritual qur'ani hanya dapat diperoleh dan dikembangkan dengan mengetahui dan sekaligus mengamalkan secara konsisten ajaran-ajaran al-Qur'an yang telah diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Karena kecerdesan spiritual yang Islami hanya dapat tumbuh dan berkembang pada seseorang apabila mereka mengamalkan ajaran-ajaran al-Qur'an sesuai dengan tahapan tahapan yang telah diajarkan. Tidak ada contoh yang lebih unggul dari produk kecerdasan spiritual yang dilahirkan al-Qur'an, kecuali manusia-manusia unggul yang telah dibina oleh Rasulullah dengan profesi mereka masing-masing yang menjadi inspirasi kepada umat manusia sepanjang zaman. Demikian pula para ulama terkemudian telah mengembangkan berbagai bentuk latihan-latihan spiritual, terutama dalam dunia Tasawwuf, yang bertujuan untuk melahirkan manusia-manusia unggul yang diistilahkan dengan Al-Insan al-Kamilah sebagaimana dikemukakan Imam Ghazaly. Permasalahannya adalah bagaimanakah membangkitkan kecerdasan spritual yang berdasarkan pada al-Qur'an dan bagaimana aplikasinya dalam kehidupan dunia modern saat ini.


Memahami Dasar-dasar Kecerdasan Spiritual al-Qur'an (QSI)
Untuk mengembangkan kecerdasan spiritual yang berdasarkan al-Qur'an, ada beberapa perkara yang perlu difahami terlebih dahulu, diantaranya adalah :
1. Memahami Keunggulan al-Qur'an
Al-Qur'an adalah ajaran yang diturunkan Allah Sang Pencipta kepada manusia (61 : 9) (48:28), tidak ada keraguan sedikitpun padanya, petunjuk bagi orang yang beriman (2:2-3). Demikian pula harus difahami karakter Islam sebagai agama yang tidak ada menyamai ketinggiannya (hadits Bukori), Islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi Allah dan paling benar ajarannya (3:19) Barangsiapa yang mencari agama (ajaran) selain Islam akan ditolak (3:85). Setiap orang yang beriman pada Islam diwajibkan untuk menerima Islam secara total (2:208).
Dengan dasar keyakinan inilah kemudian dikembangkan pengetahuan yang berdasarkan ajaran Islam, termasuk kecerdasan spiritual yang menjadi topik pembahasan. Segala sesuatu yang lahir dari akar Islam adalah terunggul dari berbagai bentuk konsep yang lahir dari landasan filsafat non Islam. Demikian pula ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat universal, sesuai untuk seluruh umat manusia dahulu dan akan datang. Ajaran-ajaran Islam tentang manusia dengan segala karakteristiknya senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman.
Pada dasarnya, Islam dengan ajarannya yang sempurna ingin menciptakan manusia unggul yang mengungguli segala bentuk konsep yang diciptakan para pemikir. Sebagai buktinya Islam telah mampu melahirkan manusia-manusia unggul dalam arti sebenarnya yang telah menjadi mercu suar peradaban dunia sampai saat ini, dengan lahirnya generasi Islam pertama yang dipimpin Rasulullah dan para Shahabatnya. Contoh terbaik produk Islam yang memiliki keunggulan kecerdasan spiritual adalah Rasulullah dan para sahabat yang menjadi manusia unggul yang dipuji oleh sang Pencipta alam.

2. Memahami Hakikat Manusia Menurut al-Qur'an
Manusia menurut al-Qur'an berbeda dengan yang difahami oleh peradaban Barat yang menyatakan bahwa manusia hadir dimuka bumi sebagai produk evolusi yang kehadirannya tidak disengaja. Namun al-Qur'an memandang manusia sengaja diciptakan Allah sebagai Khalifah dimuka bumi (2:30) dan manusia adalah sebaik-baik makhluk yang diciptakan (95:4). Kemudian lahir dalam keadaan fitrah dan perkembangannya akan dipengaruhi oleh lingkungan yang mendidiknya. (al-Hadits Bukhori), manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya yang akan dipertanggungjawabkannya kelak di akhirat
Dengan demikian, kecerdasan spiritual pada manusia berkembang sesuai dengan pemahaman dan pengamalannya terhadap ajaran Islam. Pengamalan tingkat demi tingkat inilah yang akan menjadikan manusia memiliki kekuatan spiritual yang akan mengantarkannya sebagai manusia unggul.
Manusia diciptakan Allah dari dua unsur yang bertolak belakang, secara material diciptakan dari saripati tanah (al-Thurab) yang menandakan kerendahan material dan unsur ruh (al-Ruh) yang menandakan kemulian tertinggi. Itulah sebabnya manusia senantiasa bergerak dinamis dari kerendahan menuju kemulian, dalam artian manusia dapat menjadi rendah melebihi kerendahan binatang, namun dapat menjadi mulia, melebihi kemulian malaikat, itulah sebabnya malaikat diperintahkan sujud kepada manusia.
Manusia lahir di muka bumi dalam keadaan fitrah, yaitu suci dan bersih, lingkungannyalah yang akan mencorak bentuk dan kepribadiannya. Dengan mengambip pemahaman ini, maka spiritual manusia yang lahir adalah sama dan lingkungannyalah yang akan membentuknya. Dengan demikian tidak diragukan bahwa kecerdasan spiritual yang ada pada manusia dapat dikembankan secara maksimal. Itulah sebabnya Islam menurunkan ajaran yang tersusun agar manusia dapat menjadi sempurna sebagaimana dinyatakan Rasulullah “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Karena akhlak adalah salah satu cerminan dari ketinggian ataupun kerendahan spiritual seseorang. Semakin tinggi akhlaknya, maka semakin tinggi pula spiritual yang dimilikinya.
Dengan dasar teori ini, dapat dikatakan bahwa kecerdasan spiritual pada manusia menurut al-Qur'an dapat berkembang dari suasana yang fitrah (bersih, suci) menuju kemulian dan ketinggian apabila mendapat pembinaan dengan mengamalkan ajaran-ajaran Islam sesuai yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini, pribadi para shahabat yang dibina Rasulullah dengan segala kecerdasan spiritualnya dapat dijadikan rujukan.
Dalam hal ini perlu pula diketahui pandangan al-Qur'an tentang manusia yang memiliki 3 komponen yang membentuk dirinya sebagaimana dinyatakan Imam Ghazali dalam Ihya Ulumuddin, yaitu :
Unsur fisik atau jasmani yang terletak pada anggota badan
Unsur intelektual atau fikr yang dikontrol melalui otak (Brain) * MIRA
Unsur spiritual atau rohani yang berpusat di hati (Qalb)
Berangkat dari pemahaman terhadap ketiga komponen di atas, maka pada hakikatnya manusia memerlukan 3 kebutuhan pokok, yaitu :
Kebutuhan makanan bergizi untuk memperkuat tubuhnya
Kebutuhan pengetahuan untuk perkembangan intelektualnya
Kebutuhan agama (dien) untuk meningkatkan spiritualnya

Maka ketika manusia membicarakan kebutuhan spiritualnya, tidak diragukan lagi bahwa mereka memerlukan bimbingan Islam sebagai agama terlengkap dan tersempurna yang akan mengantarkannnya menuju ketinggian spiritual, yang pada akhirnya akan mengantarkannya memiliki kecerdasan spiritual. Sebagaimana dibuktikan sejarah bahwa Islam dengan ajarannya telah mampu melahirkan manusia-manusia unggul dalam arti sebenarnya, yaitu manusia yang memiliki keunggulan fisik, keunggulan intelektual dan keunggulan spiritual sehingga mereka menjadi pemimpin peradaban dunia.

3. Memahami Spiritualitas Islam dan Sumber Kekuatannya
Spiritualitas Islam (Islamic Spiritualism) adalah berbeda dengan pengetahuan Islam (Islamic Knowledge). Pengetahuan Islam dapat dipelajari dan dikuasai oleh siapa saja, baik Muslim dan non Muslim, sementara spiritualitas Islam dengan segala kekayaan khazanahnya hanya didapatkan oleh mereka yang secara kontinyu mengamalkan Islam dengan penuh keikhlasan. Para cendekiawan, baik muslim ataupun non muslim mungkin saja dapat memahami ajaran Islam dengan segala seluk beluknya, seperti para Orientalis Barat yang menguasai Islam bahkan menjadi guru cendekiawan Muslim, namun belum tentu mereka dapat merasakan khazanah spiritualitas Islam yang terkandung di dalam ajarannya yang tinggi. Karena spiritualitas Islam hanya dapat dirasakan apabila seseorang melaksanakan dan mengamalkan pengetahuan Islami tersebut. Itulah sebabnya seseorang dinyatakan Islam apabila mereka telah melaksanakan pengetahuan keislamannya sebagaimana diajarkan Allah dan Rasul.
Jadi spiritualitas Islam hanya dapat dihayati dan dirasakan dengan pengalaman-pengalaman rohaniyah akibat dari pengamalan ajaran Islam. Seseorang dapat menikmati indahnya spiritualitas Islam apabila mereka telah tunduk hatinya menerima kebenaran cahaya Islam dan mengamalkan ajarannya dengan tingkatan-tingkatannya. Seorang muslim yang ikhlas ketika menegakkan solat dengan khusu’ pasti mendapatkan spirit dari solatnya, dan mereka yang belum muslim, walaupun melakukan ritual solat yang sama, tidak akan dapat merasakan spirit solat tersebut. Maka dengan kata lainnya, spiritualitas Islam hanya dapat diperoleh apabila seseorang telah tunduk hatinya sepenuhnya kepada ajaran yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah saw.
Pada dataran pemahaman Islam yang lebih mendalam, para ulama umumnya memberikan julukan kepada mereka yang menekuni bidang spiritualitas ini dengan nama Sufi atau ahli Tasawwuf. Karena tujuan utama ilmu tasawwuf adalah penyucian diri untuk mendapatkan kesempurnaan hidup sebagai manausia sempurna (insan kamil). Pada zaman Nabi SAW ada beberapa shahabat yang dinisbatkan sebagai ahli tasawwuf, seperti ahlus Suffah, yaitu sekumpulan sahabat yang memfokuskan dirinya pada amalan-amalan tertentu untuk mencapai kesempurnaan diri. Tasawwuf sendiri sebenarnya adalah bagian dari ajaran Islam yang telah dikristalisasikan oleh para ulama abad pertengahan. Jika diperhatikan perbuatan-perbuatan Rasulullah dan para Shahabat, pada dasarnya mereka mengamalkan Islam dengan tujuan agar menjadi manusia sempurna sebagaimana yang dikehendaki Penciptanya. Ulama-ulama terkemudian menyusun beberapa amalan-amalan tertentu yang biasanya disebut sebagai Thariqat (jalan) sebagai sarana menuju kesempurnaan, dan thariqat ini biasanya memiliki jalur yang sampai kepada Rasulullah ataupun shahabat. Pada umumnya amalan-amalan yang diajarkan berdasarkan kepada doa-doa dan zikir yang tersusun dalam wirid (jama’nya Aurad). Setiap thariqat bertujuan untuk membentuk manusia muslim yang sempurna, terutama aspek spiritualnya dengan amalan-amalan yang diajarkan. Diantara ulama kontemporer, seperti Hasan al-Banna telah menyusun pula untaian wirid yang dinamakan dengan al-Ma’thurat yang menjadi zikir-zikir yang diamalkan.
Menurut para ulama yang mengamalkan wirid-wirid tertentu, apabila seseorang membacanya secara kontinyu akan melahirkan perasaan tertentu kepada seseorang dalam bahasa Sufinya dikenal dengan Dzouk, yaitu perasaan yang aman tentram, yang jika diterjemahkan dapat diartikan dengan kekuatan spiritual yang selanjutnya akan menumbuhkan kecerdasan spiritual. Untuk membahas masalah ini secara mendetil, seseorang perlu mengetahui beberapa pengetahuan dasar tentang ilmu tasawwuf ataupun thariqat yang mu’tabar.
Karena Islam adalah ajaran yang tersempurna dan terunggul, maka tidak diragukan lagi bahwa spiritualitas Islam adalah spiritulitas yang terunggul dari apapun bentuk spiritualitas di muka bumi ini. Dengan demikian, kecerdasan spiritual yang ditimbulkan oleh spiritualitas Islami adalah yang terunggul dari semua kecerdasan yang ada. Islam sendiri adalah ajaran yang akan mengantarkan manusia menuju keunggulan dan kesempurnaan apabila dilaksanakan sesuai dengan yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. Demikian pula al-Qur’an telah memberikan julukan kepada umat Muhammad sebagai sebaik-baik umat (3:110) yang berarti bahwa pribadi-pribadi muslim adalah sebaik-baik dan seunggul-unggul pribadi diantara manusia. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam telah membangun manusia-manusia unggul yang menjadi penguasa dunia dan mercusuar perdaban dari sebuah komunitas terbelakang Bangsa Arab yang disebut sebagai masyarakat jahili. Masyarakat kecil yang terbelakang telah dibangun spiritualnya dengan ajaran Islam sehingga mampu menaklukkan super power dunia seperti Romawi, Parsi dan Mesir saat itu. Jika spiritual Islam mampu melahirkan manusia-manusia unggul pada zaman dahulu, maka spiritual Islampun pasti akan mampu melahirkan manusia unggul kapan dan dimanapun, karena obyek Islam adalah manusia yang memiliki kesamaan karakteristiknya sepanjang zaman.
Spitualitas Islam yang lahir dari pengamalan ajaran Islam secara kontinyu akan mendorong lahirnya kecerdasan spiritual yang sekarang menjadi obyek penelitian para cendekiawan Barat dan mulai diaplikasikan dalam kehidupan sosial, perusahaan dan individu. Seseorang dapat merasakan kecerdasan spiritual Islam dengan syarat mereka menerima Islam dan menjalankan ajarannya sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya.

Ciri Khas Kecerdasan Spritual Qur'ani
Ciri khas kecerdasan spiritual Islami memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana uniknya ajaran Islam. Dan ciri khas ini dapat dilihat dari perilaku dan kehidupan manusia-manusia agung Islam zaman pertama seperti Rasulullah dan para shahabatnya. Sebagaimana disebutkan dan digambarkan dengan indah di dalam al-Qur’an, diantaranya disebutkan dalam 48:29, 5;54, 23:1-9, dan lain-lainnya.
Demikian pula kecerdasan spiritual dapat dilihat pada generasi Islam yang telah berhasil membangun peradaban baru dunia yang menjadi mercusuar peradaban dunia. Dengan mengamalkan Islam secara benar mereka telah menghasilkan peradaban baru yang mengagumkan.
Sayyid Qutb dalam bukunya Maalim fi al-Thariq memberikan beberapa ciri khas generasi Islam terdahulu yang telah melahirkan kecerdasan spiritual Islam, diantaranya:
1.Mereka mempelajari Islam untuk mengamalkannya
2.Menukar segala kejahiliyahan dengan keislaman
3.Membangun kekuatan sosial sebagai cerminan Islam

Mengembangkan Model Kecerdasan Spiritual Qur'ani
Mengembangkan sebuah model Kecerdasan Spiritual yang berdasarkan pada ajaran Islam bukanlah perkara baru dalam Islam, karena pada hakikatnya Islam sejak pertama kali diturunkannya memiliki misi untuk mengembangkan kekuatan spiritual manusia sehingga menjadi manusia unggul dalam arti sebenarnya.
Ada beberapa langkah utama yang mesti dijalankan dalam membangun sebuah model kecerdasan spiritual Islami agar dapat diaplikasikan dalam kehidupan modern saat ini, diantaranya :

1.Mengidentifikasi ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan topic
2.Mengidentifikasi hadits-hadits rasulullah
3.Mengidentifikasi riwayat para shahabat
4.Mengidentifikasi karya-karya agung ulama dan cendikiwan Muslim
5.Mengidentifikasi karya-karya cendikiawan Barat
6.Membangun dasar-dasar sebuah model kecerdasan spiritual Islami

Memang sejauh ini, khususnya di Indonesia belum ada para pakar yang serius mengadakan penelitian dan pengembangan teori-teori tentang kecerdasan spiritual ini. Namun dasar-dasar penelitian dan pengembangan yang telah dilakukan para cendekiawan Barat dengan mengalami proses Islamisasi dan penyesuaian dengan kondisi masyarakat Indonesia, terutama tradisi dan sejarahnya yang berbeda dengan dinamika masyarakat Barat.